• Tentang
  • Gabung
  • Acara
  • Sumber daya
+1 847 692 6378

325 West Touhy Avenue 
Park Ridge, IL 60068 USA

Hubungi

Tautan Berguna

  • Untuk perusahaan
  • Gerai MDRT
  • Yayasan MDRT
  • MDRT Academy
  • MDRT Center for Field Leadership
  • Media Room

Lokasi Cabang MDRT

  • Korea
  • Jepang
  • Taiwan Tiongkok

Hak Cipta 2025 Million Dollar Round Table®

PenafianKebijakan Privasi

Terdengar seperti awal kisah mengharukan: Seorang anak yang sudah dewasa ingin agar si ayah pindah dan tinggal bersamanya, agar ia bisa menjaganya di usia senja.

Tetapi Travis D. Manning, CFP, CLU, melihat tanda bahaya bagi dana hari tua nasabahnya. Di kasus ini, nasabah memberikan uang kepada anaknya untuk membangun paviliun tempatnya tinggal nanti di rumah si anak. Anggota MDRT selama 12 tahun dari Caledonia, Ontario, Kanada, ini menentang rencana itu, “Bagaimana kalau dia tidak bisa menjaga Anda, kalau Anda butuh perawatan khusus dan dia tidak bisa? Dari mana biaya untuk itu?”

Nasabah yakin anak-anaknya yang akan membantu, dan rencana transfer dana untuk renovasi rumah anaknya tadi pun dijalankan. Namun, baru satu setengah tahun, Manning berkata nasabah dan putrinya bertengkar hebat dan nasabahnya diusir dari rumah itu. “Sekarang, putrinya punya rumah lebih besar, sementara dua anak lainnya tak kebagian warisan dari ayah mereka,” kata Manning. “Itu memang contoh ekstrem, tetapi kami tunjukkan karena memang terjadi.”

Ada banyak situasi yang mengharuskan orang tua membantu anak yang sudah dewasa secara finansial — keadaan darurat atau kebutuhan medis, misalnya. Namun, ada juga kondisi lain yang tidak sekritis itu tetapi bisa berdampak besar ke depannya. Penasihat harus menavigasi jebakan ranjau emosi di semua situasi ini, karena nasabah cenderung terseret alasan-alasan moral terkait transfer kekayaan dini:

“Anak-anak lebih membutuhkannya ketimbang kami.”

“Saya ingin melihat mereka menikmati uang itu selagi saya masih hidup dan sehat.”

“Saya tidak sampai hati menolak.”

Penasihat tidak hanya harus menekankan kembali fakta bahwa kita tak pernah bisa menebak masa depan, tetapi juga berkewajiban membantu nasabah menyadari bahwa hal itu dapat berujung malapetaka. Lebih baik meringis sedikit sekarang daripada kesulitan atau bahkan diusir besok.

59% ORANG TUA MEMBIAYAI PENDIDIKAN ANAK DEWASA.

Menghindari ketergantungan

Tidak untuk menggeneralisasi, tetapi ada beberapa tren keuangan yang berkaitan erat pada generasi tertentu. Seperti dinyatakan Manning, banyak orang tua yang pernah hidup di masa ekonomi sulit, seperti Depresi Besar, memiliki naluri bawaan untuk menabung demi masa depan. Generasi lain mungkin tidak mengalami kondisi separah itu, dan karenanya tidak memiliki watak serupa – tetapi itu tidak berarti bahwa orang tualah yang harus menanggung risikonya.

Acap kali, penasihat harus mengingatkan nasabah bahwa menanggung masalah anak bukanlah cara terbaik untuk membantu mereka. Menanggung beban finansial anak yang sudah dewasa dapat menimbulkan ketergantungan yang sulit diobati.

“Banyak dari nasabah saya, yang sudah lanjut usia dan memasuki masa pensiun atau yang sudah pensiun, bermasalah karena anak-anak mereka tidak terampil atau bertanggung jawab secara finansial sehingga terus tergantung pada orang tua mereka,” kata Sunny Istar Lee, anggota MDRT selama 11 tahun dari Los Angeles, California, AS. “Orang tua, tanpa sadar akan konsekuensinya, menjadi bank mama-papa bagi anak-anaknya.”

Laporan global yang diterbitkan bank internasional Inggris, HSBC, pada tahun 2017 menemukan bahwa 50% orang dengan anak berusia di atas 18 tahun masih rutin menyokong keuangan anak-anak mereka. Studi ini menemukan bahwa 48% dari orang tua tersebut telah membantu keuangan anaknya selama 12 tahun lebih, dan anak mereka kini telah berusia lebih dari 30 tahun.

Dan uangnya dipakai untuk apa? HSBC menemukan bahwa orang tua membiayai pendidikan (59%); biaya hidup sehari-hari seperti tagihan listrik, air, dan gas, belanja, dan perbaikan rumah (49%); perawatan medis dan gigi (33%); dan biaya sewa atau biaya akomodasi lainnya (27%) untuk anak mereka yang sudah dewasa. Dua puluh tujuh persen responden bahkan membantu membayar biaya wisata.

“Saya tahu orang ingin menolong anaknya, tetapi anak harus bisa mandiri,” nasihat Manning kepada para orang tua. “Si anak bisa saja sudah berusia 40an atau bahkan 50an dan masih meminta uang dari mereka (orang tua). Masalahnya, begitu keran dibuka, sulit untuk menutupnya kembali. Jika sudah bilang iya sekali, kapan waktunya untuk mulai bilang tidak?”

49% ORANG TUA MEMBIAYAI KEBUTUHAN SEHARI-HARI ANAK DEWASA.

Seperti diungkapkan Lee, orang tua tidak bisa selalu mengganti popok finansial anak selamanya, dan penasihat bisa mendorong nasabah untuk memutus rantai ketergantungan anak pada orang tuanya. Lee menganjurkan agar nasabah memberikan anak kesempatan untuk mandiri — baik itu ujungnya keberhasilan ataupun kegagalan. “Bantu mereka bertanggung jawab atas pengalaman dan kehidupan mereka sendiri,” anjurnya. “Bertanggung jawab total atas kehidupan sendiri – itu cara bijak untuk memberdayakan anak.”

Mungkin tidak berarti langsung memutus kiriman uang, tetapi Lee — mengutip pepatah “berikan pancing bukan ikan” — berkata bahwa mengajarkan orang cara untuk sukses secara finansial akan lebih langgeng dampaknya. Lee bercerita, salah seorang nasabah membawa putranya yang baru lulus kuliah ke kantornya. Lee menggunakan rencana keuangan si ibu sebagai contoh cara menyusun rencana dan bersiap untuk masa depan yang tak pasti, dan hal ini mencerahkan pikiran si anak. “Dia juga ingin seperti itu ketika tua nanti,” kata Lee.

Agar kedua pihak sama-sama aman

Tak ada yang tahu apa isi hari depan, tetapi penasihat dapat membantu keluarga memahami berbagai kemung-kinannya. Lebih penting lagi, penasihat dapat membantu menjelaskan betapa tindakan hari ini akan berdampak pada sarana yang akan dimiliki untuk menangani berbagai skenario di masa depan.

Perlu dicatat bahwa situasi sebaliknya juga terjadi dalam masalah keuangan keluarga: Kadang, nasabah yang sudah tua berharap anak-anak mereka bisa membantu keuangan orang tuanya. Namun, ketergantungan seperti itu tidak boleh disertakan ke dalam perencanaan keuangan orang tua.

“Saya tegaskan kepada orang tua bahwa hanya ada satu kebenaran yang pasti: Biaya hidup makin lama makin tinggi,” kata Delia Hui Wong, anggota MDRT selama 10 tahun dari Singapura. “Anak-anak mereka juga kemungkinan akan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan biaya hidup. Komitmen keuangan pun akan makin besar, misalnya ketika mereka punya anak nanti. Karena itu, orang tua harus bergantung pada diri sendiri, bukan diri anak-anak mereka.”

33% ORANG TUA MEMBIAYAI PERAWATAN MEDIS DAN GIGI ANAK DEWASA.

Manning berkata, bila nasabah beralasan merasa bersalah jika tidak memberikan uang lebih kepada anak, ia mengajak nasabah melihat sisi lainnya: Silakan jika ingin memberikan uang lebih kepada anak sekarang — tapi apa Anda mau menjadi beban finansial anak di masa depan ketika tak ada uang tersisa untuk rumah hari tua atau perawatan medis?

Wong berkata bahwa ada juga nasabah yang membanding-bandingkan diri dengan teman yang juga menyediakan uang untuk anak mereka. “Saya berusaha menekankan fakta bahwa, sebagai orang tua, tanggung jawab mereka adalah membantu,” katanya. Namun, ia mewanti-wanti: jangan sampai Anda memasang angka tertentu. “Mereka tidak perlu membandingkan diri dengan orang tua lain karena beda orang beda kemampuan dan sarana finansialnya.”

Penasihat bisa menengahi dialog di antara semua anggota keluarga dan membantu menjelaskan di mana uang perlu disimpan nantinya, agar uang tidak ditarik terlalu dini dan menimbulkan masalah ke depannya.

“Saya bilang, ‘Baik, jika orang tua harus tinggal di panti jompo, Anda mau mereka terpaksa berbagi kamar dengan penghuni panti yang lain atau punya kamar pribadi?’” kata Manning. “Biasanya mereka menjawab, ‘Tentu saja kamar pribadi.’ Saya balas, ‘Kalau begitu, mereka butuh uang sebanyak mungkin. Dan uang ini harus dialokasikan khusus untuk itu.’ Banyak dari mereka tidak mengerti berapa sebetulnya biayanya.”

Manning berkata bahwa sebagian anak para nasabahnya melihat uang yang telah disisihkan orang tua mereka dan merasa jumlahnya besar, maka tidak apa-apa jika diambil sebagian. Kenyataannya, uang tersebut akan dipakai untuk jangka waktu yang panjang.

“Orang berpikir, ketika pensiun orang tua punya sumber penghasilan yang banyak,” kata Manning. “Padahal, seringnya cuma pensiun dari pemerintah dan investasi. Itu saja. Mereka, ‘kan, tidak bekerja lagi. Hanya saja, si anak melihat saldo besar di bank karena memang pengeluaran orang tuanya tidak setinggi dahulu. Soalnya, si orang tua sudah melunasi semua cicilannya.”

27% ORANG TUA MEMBIAYAI LIBURAN ANAK DEWASA.

Pernah putri salah seorang nasabah Manning marah-marah saat menelepon kantornya. Dia bilang, uang ayahnya berkurang jauh dari yang ada di awal masa pensiun. Setelah mereviu keuangan si ayah, Manning berkata bahwa ternyata uangnya habis bukan karena berjudi atau foya-foya — uang itu diberikan kepada anak-anaknya. Manning mampu menunjukkan kepada keluarga itu betapa kebaikan hati sang ayah telah menguras tabungannya sendiri.

“Kami tunjukkan kepada mereka, seperti inilah kalian sudah menggerus: a) dana warisan kalian sendiri nantinya dan b) dana pensiun ayah kalian,” katanya. “Setelah tahu, mereka malu karena sadar bahwa minta uang dari orang tua telah berdampak begitu negatif terhadap kesejahteraan orang tua mereka.”

Membangun dialog dengan semua anggota keluarga juga ada manfaat lainnya: Anak-anak nasabah tidak hanya jadi paham mengapa orang tua mereka perlu menyimpan uangnya, tetapi juga melihat kebutuhan keamanan finansial untuk masa depan mereka sendiri — dan ini menjadikan mereka calon nasabah baru.

“Kadang si anak pun menjadi nasabah karena sadar bahwa kami benar-benar mengedepankan kepentingan orang tuanya,” kata Manning. “Mereka sadar bahwa kami benar-benar menjaga ayah dan ibunya. Dan mereka berkata, ‘Saya juga harus mulai menyusun rencana saya sendiri. Anda mau membantu?’”

Nasabah masih belum yakin?

Ada kalanya, penasihat gagal meyakinkan nasabah untuk tidak memberikan uang kepada anak yang sudah dewasa. Ada kalanya, pemberian itu tidak menimbulkan beban finansial besar bagi si orang tua.

Manning berkata bahwa, untuk kasus-kasus seperti ini, ia mengolah data dengan spreadsheet untuk melihat berapa yang perlu ada untuk menjaga level penghasilan nasabah ke depannya, termasuk kebutuhan penghasilan tambahan yang mungkin muncul nantinya. Ia juga menyiapkan penyangga ekstra untuk tujuan darurat dan fluktuasi pasar.

“Kalau mereka lulus tes, saya akan beri tahu berapa yang saya anjurkan untuk diambil dari jumlah yang tersisa,” kata Manning, seraya menambahkan bahwa makin kecil, makin baik.

Apabila ternyata nasabah ingin menarik semua dananya, ia mencoba menjelaskan dampak yang bisa timbul karena hal itu. “Lalu saya menulis surat yang menyatakan bahwa saya tidak menganjurkan langkah itu karena akan berdampak buruk, dan saya tidak bertanggung jawab atas keputusan tersebut,” katanya. Ia menandatangani dua salinan dokumen ini — satu untuk nasabah dan satu lagi untuknya — sebagai bukti bahwa ia tidak menganjurkan ataupun menyetujui penarikan dana.

“Kadang hal itu membuat mereka mengurungkan niatnya, atau jumlah yang ditarik jauh lebih kecil,” katanya. “Yang mana pun itu, mereka tahu bahwa saya menentang ide tersebut, dan mereka harus bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.”

Lee menawarkan solusi lain bagi orang tua yang bersikeras ingin memberikan uang kepada anaknya: Jika mereka mau diperlakukan seperti bank, mereka harus bersikap layaknya bank.

“Bank tidak bagi-bagi uang gratis,” kata Lee. “Mereka menyusun perjanjian utang, yang harus dilunasi dalam kurun tertentu, ditambah bunga. Jika nanti gagal bayar, konsekuensi finansialnya besar.”

Sekurang-kurangnya, Wong berkata jika nasabah tetap memberikan uang kepada anak mereka, ia akan meninjau keuangan si orang tua untuk memastikan proteksi biaya rumah sakit dan medis mereka tetap ada.

KONTAK

Sunny Istar Lee sunnyistarlee@gmail.com

Travis Manning travis@evers-financial.co

Delia Wong deliawong@aia.com.sg

Sarah Steimer
Sarah Steimer
22 Apr 2021

Ketika menunda berarti peduli

Merogoh pundi dana pensiun untuk membantu anak yang sudah dewasa terlalu dini dapat merugikan si anak dan orang tuanya nanti. Ini cara membantu nasabah menghindari kesalahan itu.
‌
‌

Penulis

Sarah Steimer