Log in to access resources reserved for MDRT members.
Menerangi senjakala
Menerangi senjakala

Sep 01 2022 / Round the Table Magazine

Menerangi senjakala

Penasihat di Jepang menyingkap peluang untuk melayani segmen populasi yang kian menua.

Topik bahasan

Tak perlu jauh-jauh, cukup ke depan cermin saja untuk tahu bahwa kita memang menua. Dan kita bukan satu-satunya. PBB memperkirakan, pada 2050 jumlah manusia yang berusia 100 tahun ke atas akan mencapai 3,7 juta jiwa. Jepang tampaknya sudah memimpin untuk hal ini. Negeri Matahari Terbit itu, ironisnya, adalah rumah bagi persentase terbesar penduduk dunia yang berusia senja. Lebih dari seperempat populasinya berusia lebih tua dari 65. Jepang juga punya usia harapan hidup yang istimewa karena 86.510 warganya berusia di atas satu abad.

Usia harapan hidup negara ini – 87,74 tahun untuk wanita dan 81,64 tahun untuk pria – menyuguhkan banyak peluang bagi para anggota MDRT di sana. Walau pemerintah memiliki program pensiun, sebagian warga akhirnya akan hidup melampaui usia sumber penghasilannya. Selain itu, dikarenakan tingkat literasi finansial yang rendah dan kebiasaan warganya menabung dengan cara konvensional, lebih dari 50% aset keuangan seseorang mangkrak di bank, dengan bunga minimal (selama 25 tahun terakhir tingkat bunga di Jepang kurang dari 1%).

“Sebagai penasihat keuangan, kita punya andil penting di situasi ini,” kata anggota 26 tahun MDRT Yasuhisa Kojima dari Tokyo. “Jepang membutuhkan tenaga pemasar yang menjunjung tinggi kode etik profesi dan mendahulukan kepentingan nasabah saat menyediakan produk keuangan dan asuransi.”

Daisuke Kabata, anggota delapan tahun MDRT dari Osaka, berkata orang Jepang sangat berhati-hati untuk urusan keuangan. Karena itu, mereka mencari profesional keuangan sebelum menanamkan uangnya di instrumen yang lebih berisiko.

Sebagai negara yang usia harapan hidup warganya melampaui 80 tahun, Jepang memegang rekor tertinggi jumlah penduduk dengan usia di atas 100 tahun: 86.510 jiwa.

“Mereka cenderung mencari saran dari penasihat asuransi, yang dikenal sebagai profesional keuangan yang konservatif dan andal,” kata Kabata. “Penasihat tetap memiliki kesempatan dan prospek bisnis yang bagus karena sebagian besar aset nasabah hanya diam di bank, dengan bunga yang hampir nol.”

Tetapi, karena tingkat bunganya serendah itu, penasihat mengarahkan perhatian nasabah ke tujuan asuransi yang sejati.

“Saya ingatkan nasabah bahwa asuransi dan tabungan itu berbeda,” kata Naoyuki Sekiguchi, anggota 18 MDRT dari Tokyo. “Bila tingkat bunganya cukup baik, Anda bisa menggunakan asuransi untuk tujuan proteksi sekaligus menabung. Namun, jika tingkat bunganya terlalu rendah, saya merekomendasikan asuransi berjangka untuk tujuan proteksi, lalu produk lain seperti anuitas dan asuransi pendidikan untuk tujuan menabung.”

Pada 2019, diberlakukanlah kaidah pembukuan yang baru di asuransi bisnis sehingga pemilik usaha tidak bisa lagi mengecualikan premi dari pajak penghasilan mereka. Kojima berkata hal ini “berdampak besar” pada penjualan.

“Walau bisnis berkurang, reformasi pajak ini mengingatkan kita bahwa asuransi harus digunakan sesuai tujuan utama dan sejatinya, bukan untuk menghemat pajak,” katanya.

Sekiguchi berkata ia juga merasakan efek dari regulasi ini. “Reformasi pajak pada asuransi bisnis amat sangat menyulitkan penjualan,” katanya. “Asuransi tak dapat lagi dijadikan alat penghemat pajak.”

Metode yang digunakan penasihat untuk menjual pun berubah. Mayoritas anggota MDRT di Jepang adalah agen terikat perusahaan asuransi dan menerima kompensasi melalui struktur komisi tradisional. Namun, belakangan ini terdapat kenaikan jumlah agen independen.

“Permintaan jasa penasihat keuangan independen naik karena nasabah butuh penasihat yang bisa mengelola aset, membahas rencana waris dan asuransi bisnis, serta memenuhi kategori kebutuhan yang lebih luas,” kata Naoki Masuda, anggota 12 tahun MDRT dari Tokyo. Spesialisasinya adalah kombinasi asuransi jiwa dan perencanaan pajak waris.

“Saya sangat tertarik dengan efektivitas asuransi jiwa sebagai persiapan distribusi harta,” katanya. “Pajak harta waris akan naik ke depannya, dan saya yakin akan lebih banyak nasabah yang membutuhkan jasa saya dan efektivitas asuransi jiwa sebagai sarana meneruskan kekayaan ke generasi berikutnya.”

Chikara Nozawa, CFP, anggota 18 tahun MDRT dari Tokyo, juga menunjukkan bahwa kebutuhan perencanaan pajak harta waris dan perencanaan pensiun, khususnya untuk populasi yang menua, tidak terpengaruh oleh naik-turunnya ekonomi.

Namun, Masuda menyadari bahwa banyak orang Jepang telah mulai bergeser dari metode-metode tradisional untuk mendapatkan saran keuangan.

“Konsumen punya akses ke informasi finansial via internet, dan generasi muda juga sudah terbiasa melakukan riset mereka terlebih dahulu,” katanya. “Peran kita adalah memberi saran bahwa beberapa isu hanya dapat diselesaikan dengan asuransi, dan bahwa penting untuk menjalin relasi dengan seorang profesional bilamana uang pertanggungan akan dicairkan.”

Kendati banyak penasihat bersikap skeptis, atau bahkan sama sekali pesimis, terhadap peran teknologi dalam pekerjaan mereka, Masuda memilih berpikiran terbuka, bahkan menduga perkembangan metaverse akan menjadi anugerah bagi dunia jasa keuangan.

“Teknologi bukan untuk ditakuti. Belajarlah beradaptasi, menggunakan, dan hidup berdampingan dengannya,” katanya. “Saya bersedia menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi untuk keperluan delegasi sehingga saya bisa lebih fokus pada peran khas saya, seperti mengasah skill untuk bercerita tentang asuransi.”

Kojima juga percaya AI berpotensi mengubah drastis profesi ini pada tahun-tahun mendatang.

“Mungkin AI bisa merekomendasikan produk asuransi terbaik yang diolah dari maha data (big data). Tapi rasa-rasanya AI tak bisa menunjukkan kepedulian di kala krisis dan tidak bisa memprediksi masa depan,” ujarnya. “Kita perlu belajar menggunakan AI dengan efektif untuk memahami kebutuhan nasabah, menyediakan saran yang lebih baik, dan mempererat relasi dengan nasabah.”

Nozawa, yang terpanggil untuk menggeluti profesi ini karena “misi sosialnya”, berkata bahwa, pada akhirnya, semua kembali ke upaya menjaga diri dan kesejahteraan nasabah.

“Komitmen untuk mendahulukan kepentingan nasabah adalah kebenaran yang sejati dan abadi,” katanya. “Prioritaskanlah kepentingan nasabah; jangan pernah mendahulukan keuntungan diri sendiri.”

KONTAK

Daisuke Kabata kabata@lgj.co.jp

Yasuhisa Kojima yasuhisa_kojima@sonylife.co.jp

Naoki Masuda naoki.masuda@anshinlife-lp.jp

Chikara Nozawa nozawa678@outlook.jp

Naoyuki Sekiguchi seki-poj-330@i.softbank.jp