Log in to access resources reserved for MDRT members.
  • Belajar
  • >
  • Tetap terkoneksi dengan generasi-Z
Tetap terkoneksi dengan generasi-Z
Tetap terkoneksi dengan generasi-Z

Des 14 2022

Tetap terkoneksi dengan generasi-Z

Perbedaan usia bahkan generasi tidak membuat penasihat keuangan kehabisan strategi ketika menghubungi nasabah yang lebih muda.

Topik bahasan

Sebagai generasi dengan proporsi penduduk terbanyak berdasarkan sensus penduduk 2020, generasi Z berada di angka 27,94% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Angka tersebut tentu sangat menarik mengingat mereka yang lahir di rentang tahun 1997 – 2012 ini terbagi ke dalam dua kelompok yaitu yang masih bersekolah dan mereka yang sudah mulai menapaki karier di dunia kerja. Sebagai generasi yang baru bergabung di dunia kerja, mereka mungkin belum memahami pentingnya membuat perencanaan keuangan yang matang.  

“20% dari total nasabah saya saat ini berasal dari generasi-Z. Menghadapi nasabah gen-Z memiliki tantangan tersendiri. Mereka lebih banyak berorientasi pada keuntungan daripada perlindungan. Menurut mereka, yang terpenting saat mereka mulai bekerja adalah bagaimana caranya mengumpulkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan biasanya lebih ke arah konsumtif. Untuk di awal pertemuan, saya akan menyiapkan sebuah ilustrasi sederhana mengenai konsep perlindungan dan mengapa kita semua membutuhkan asuransi. Selain itu, saya juga menggunakan bahasa dan kosakata yang mereka pahami sehingga mereka dapat mengerti dan terjadi closing,” ujar Adhitama Nur Paramita, CFP, anggota MDRT 2 tahun dari Surabaya. 

Menghubungi nasabah yang berasal dari gen-Z dibutuhkan strategi tersendiri karena mereka lebih menyukai komunikasi digital. Biasanya, Paramita akan menanyakan mengenai latte factor. Latte factor adalah pengeluaran kecil yang tidak terasa namun efek jangka panjangnya sangat terasa. Sebagai contoh, Adhitama memberikan contoh dengan konsumsi kopi susu atau coffee latte di kafe. Berapa pengeluaran sehari untuk membeli secangkir kopi susu? Mungkin harga kopi susu di kafe saat ini tidak terlalu mahal, sekitar Rp 18.000 – Rp 30.000. Namun apabila angka tersebut diakumulasikan dalam satu minggu, satu bulan, dan satu tahun, maka kita akan mendapatkan sebuah nominal yang membuat kita terperangah. 

“Saya melihat ada kecenderungan di kalangan gen-Z saat ini bahwa menabung bukanlah menjadi hal yang mereka utamakan. Tujuan dari mereka bekerja bergeser menjadi lebih ke arah konsumtif seperti keinginan untuk membeli gadget, kendaraan, bahkan rumah. Untuk dapat masuk ke dalam lingkungan mereka, maka saya harus melakukan pendekatan dan menggunakan bahasa dan istilah yang mereka mengerti agar mereka bisa menerima saya. Salah satunya adalah dengan menggunakan media sosial yaitu Instagram. Konten-konten yang saya buat di Instagram cenderung mengikuti gaya dan tren apa yang sedang mereka gandrungi saat ini sehingga mereka dapat melihat bahwa saya membumi bagi mereka. Selain itu, kita juga tidak bisa menggunakan pendekatan yang terlalu straightforward atau terlalu blak-blakan bahwa kita sedang berjualan dan mereka harus mau membeli produk yang kita tawarkan. Pendekatan seperti itu justru akan membuat mereka kabur karena merasa tidak nyaman. Kita sebagai penasihat keuangan perlu untuk memenangkan hati dan mimpi mereka terlebih dahulu sebelum menawarkan solusi asuransi yang tentunya dapat membantu mencapai mimpi mereka,” tambah Paramita. 

Sebagai penutup, Paramita juga menyarankan untuk mencari kesamaan atau mencoba untuk satu frekuensi dengan prospek dan nasabah gen-Z. Salah satu caranya dapat dengan melakukan profiling dari prospek atau nasabah tersebut. Dengan melakukan profiling sebelum bertemu dengan prospek atau nasabah, maka kita dapat lebih memahami apa yang menjadi perhatian dan prioritas dari mereka. Semakin banyak informasi yang kita dapatkan, maka kita sebagai penasihat keuangan akan lebih mudah untuk memberikan saran dan solusi asuransi yang tepat untuk prospek dan nasabah. 

Contact: MDRTEditorial@teamlewis.com