Log in to access resources reserved for MDRT members.
  • Belajar
  • >
  • Aku baru di sini; mesti gimana?
Aku baru di sini; mesti gimana?
Aku baru di sini; mesti gimana?

Mar 09 2023 / Round the Table Magazine

Aku baru di sini; mesti gimana?

Navarro Protzel bercerita pengalamannya mulai dari nol di sebuah negara baru.

Topik bahasan

Saat Mariant Carolina Navarro Protzel pindah dari Venezuela ke Meksiko sebulan sebelum mengawali kariernya di jasa keuangan, ia tidak memiliki jaringan teman dan keluarga yang biasanya diandalkan penasihat baru ketika mulai menjalankan kerja prospecting.

Padahal, siklus penjualan berawal dari prospek. Lantas, apa yang dilakukan anggota lima tahun MDRT dari Mexico City ini? Trainer di perusahaan asuransi Navarro Protzel membekalinya dengan dua metode — roadshow dan pelacakan produktivitas harian — yang membantunya fokus pada tindakan yang mendatangkan prospek dan mengembangkan praktiknya.

Salah satu alatnya adalah angket cetak. Enam bulan pertamanya di negara baru, Navarro Protzel berdiri di luar kompleks perkantoran besar di ibu kota negara itu dan mengajak orang di jalan untuk mengisi survei dua menit tentang perencanaan keuangan, tabungan, dan manajemen risiko yang berisi delapan pertanyaan. Setelah semua pertanyaan dijawab, ia bertanya apakah responden mau mengambil sesi konsultasi gratis. Jika disetujui, ia meminta informasi kontak mereka untuk mengatur waktu janji temu.

Zona nyaman

Pada saat yang sama, ia berlatih dengan para agen sukses di perusahaannya dan belajar cara menjalankan proses fact-finding, menyampaikan saran finansial, dan mengadakan pertemuan dengan baik. Namun, ia sempat malu untuk meminta referensi. Navarro Protzel menganggapnya sebagai tanda putus asa, atau bahkan mengemis. Lambat laun, ia sadar, nasabah telah menerima manfaat besar lewat saran finansial, penyadaran tentang masa depan, dan edukasi tentang alat-alat pokok pengelolaan keuangan pribadi yang disampaikannya. Maka, ia layak meminta referensi tanpa perlu merasa malu.

Jadi, mendekati akhir rapat pertama dengan nasabah baru, ia pun meminta nasabah untuk menilai saran yang diberikan: Apa pendapat Anda tentang dialog kita tadi? Apa saja pelajaran yang Anda petik? Saran mana yang paling membantu? Lalu, ia menerapkan teknik pertanyaan afirmatif dengan mengajukan tiga buah pertanyaan yang jawaban mudahnya adalah ya. Pola repetitif menjawab ya dengan lantang, dalam hati, atau lewat anggukan membiasakan nasabah untuk menanggapi dengan positif sehingga, asumsinya, saran berikutnya lebih mudah diterima. Lalu, ia ajukan pertanyaan pemungkasnya dengan skrip berikut ini: “Saya akan meminta Anda berbagi 10 nama orang yang Anda rasa perlu bertemu dengan saya,” kata Navarro Protzel. “Baiknya, mereka punya ciri-ciri sebagai berikut: Anda mengagumi keuangannya. Mereka bisa menghasilkan uang yang sama atau bahkan lebih dari Anda; artinya, orang yang membuat Anda berpikir, kalau penghasilanku sama sepertinya, tujuan yang kuraih sejauh ini pasti lebih banyak darinya.” Ia kemudian meminta nasabah membuka ponsel dan melihat siapa kontak yang cocok dengan profil tersebut dan membacakan namanya.

“Saya sudah janji sama diri sendiri, akan saya bangun daftar referensi yang begitu besar hingga saya tak harus mencari prospek dengan survei di jalanan lagi selama berkarier di sini,” kata Navarro Protzel.

Ia mencari metode-metode lain untuk membangun daftar prospeknya dan menerapkan alat kedua dari trainer-nya: sistem 25 poin. Sistem perencanaan ini menguraikan target tahunan dan kuartalan penasihat ke dalam kebiasaan harian yang mendatangkan bisnis dan membantu nasabah. Cara kerjanya begini: penasihat meraih poin untuk aktivitas seperti cold calling, mengatur janji temu, menghubungi prospek, menjadwalkan janji temu, dan menuntaskan sesi fact-finding, yang kesemuanya mengarah ke upaya untuk meraih sedikitnya 25 poin setiap hari. Jadi, sekalipun pada satu hari penasihat tidak berhasil closing, sistem ini setidaknya memvalidasi bahwa ia tetap aktif mencari prospek untuk dikonversi menjadi nasabah.

Target Navarro Protzel adalah mendapatkan sedikitnya lima nama untuk dihubungi setiap hari. Data statistik mengenai cold call menunjukkan bahwa 70% dari prospek cold call membatalkan janji temu awalnya – jauh lebih tinggi dari warm market (prospek yang sudah mengenal penasihat), dengan persentase pembatalan janji temu awal 30%. Mengetahui angka-angka ini, Navarro Protzel tahu bahwa jadwal janji temunya harus ‘luber’, agar hasil yang diperoleh sama dengan para kolega senior di perusahaannya.

“Datang tidaknya prospek ke janji temu atau diangkat tidaknya telepon adalah hal-hal yang berada di luar kendali kita. Karena itu, saya menjadwalkan rata-rata 20 janji temu awal per pekan, supaya dapat bertemu sekitar enam prospek baru untuk janji temu awal. Kebiasaan ini membuahkan sedikitnya 100 orang referensi per bulan,” ujarnya. “Saya melacak aktivitas di Excel dan progres saya dihitung secara otomatis sehingga saya bisa mengevaluasi kinerja dan tren, serta membuat proyeksi hasil yang ingin saya capai berdasarkan indeks-indeks efisiensinya.”

Teguh dan percaya diri

Untuk penasihat yang kekurangan kontak untuk dihubungi, Navarro Protzel berkata jangan menyerah.

“Ada banyak cara untuk mendapatkan nama. Jika sedang menggarap pasar alami, jadwalkan janji temu dengan tiap teman – paling tidak 10 orang – untuk menceritakan proyek baru dan seru yang sedang Anda kerjakan. Ceritakan betapa hebatnya karier ini dan apa maknanya bagi Anda,” katanya.

Jika masih sungkan meminta referensi, coba gali dan cari kendala apa yang menghalangi Anda.

“Citra berikut inilah yang perlu Anda pancarkan: Saya penasihat sukses yang piawai dalam memberikan saran. Nasabah saya pun selalu merekomendasikan saya ke orang lain. Anda ingin merekomendasikan saya kepada siapa, Pak Prospek?”

Carina Madrid dan Adrian Charansonnet menulis untuk Team Roma, agensi yang membantu MDRT mengembangkan konten untuk Amerika Latin. Hubungi carina@romacompany.mx atau adrian@romacompany.mx.

KONTAK

Mariant Navarro Protzel mariant.navarro@gmail.com