Bukan satu, tapi ada empat kekhawatiran yang timbul di benak Carla Brown, FPFS, saat membayangkan apa jadinya jika bisnisnya dijual ke agensi yang lebih besar:
- Nasabah tidak akan mendapatkan level layanan seperti sekarang.
- Tak ada yang mau membeli bisnis sekaliber bisnisnya (850 nasabah, rata-rata pengusaha menjelang pensiun).
- Ia terpaksa harus menunda masa pensiun.
- Sulit beradaptasi dengan struktur baru setelah 11 tahun menjadi bos atas diri sendiri.
Itulah alasan anggota lima tahun MDRT dari Cuddington, Inggris, Britania Raya, ini membina penerus bisnis dari dalam praktik jasanya sendiri (yang digawangi Brown, dua penasihat, satu manajer operasional, dan enam staf pendukung) alih-alih melimpahkan nasabah dan bisnisnya ke orang luar. Malah, saat hendak merekrut penasihat baru 18 bulan yang lalu, pada sesi wawancara ia dengan tegas menyatakan mencari kandidat yang mau menjadi pemilik bisnis ke depannya.
“Sebagian kandidat mundur teratur,” kata Brown. “Sekarang, mereka masih dalam tahap belajar proses bisnis di sini, dan semoga dua hingga tiga tahun lagi mereka siap untuk ikut menjadi pemilik saham di bisnis ini sehingga risiko dan tanggung jawab saya bisa berkurang.”
Tawaran potensi masa depan adalah cara memikat talenta yang lebih telaten, kata Mark B. Coutts, MBA, CFP. Tapi anggota 23 tahun MDRT dari Toronto, Ontario, Kanada, ini juga menyadari betapa panjang waktu yang diperlukan untuk menilai dengan akurat kinerja seseorang dan kesesuaian jangka panjangnya untuk praktik jasanya.
Tahan dan betah
Setelah dua karyawannya hanya bertahan kurang dari setahun karena tak memenuhi syarat komitmen jabatannya, Coutts menemukan dua penasihat yang tahan dan betah — Laura, yang sudah sembilan tahun bekerja dengannya, dan Kelly, yang sudah bertahan empat tahun. Walau awalnya tidak direkrut untuk menjadi penerus bisnis Coutts, kinerja mereka membuktikan kepantasannya. Di beberapa bulan pertamanya, Laura menunjukkan dedikasinya dengan tak mengeluh meski harus menempuh jarak jauh dengan mobil tanpa AC di musim panas untuk bertemu nasabah — dan meluangkan waktu ekstra menyusun solusi rencana keuangan yang relevan.
Setelah enam bulan, dia menyatakan kesanggupannya dan 18 bulan kemudian dia promosi menjadi senior financial planner.
Idealnya, suksesi bisnis itu bukan transaksi, melainkan evolusi.
–Mark Coutts
“Idealnya, suksesi bisnis itu bukan transaksi, melainkan evolusi,” kata Coutts, yang tengah menimbang kapan akan pensiun dan yang bisnis perencanaan keuangan holistiknya diperkuat tiga penasihat, tiga staf admin, dan satu manajer kantor untuk melayani 500 nasabah praktisi profesional dan pemilik usaha. “Selama beberapa tahun, hampir secara tak sadar kami melakukan proses transisi bisnis. Keterlibatan saya pelan-pelan berkurang.”
Coutts dan Laura mengawali dialog tentang lini masa suksesi bisnis ini lima tahun lalu. Ini sejalan dengan pendirian Coutts: bahwa penasihat pemilik praktik jasa jangan berasumsi penasihat juniornya ingin meneruskan bisnisnya dan perlu memahami tujuan jangka panjang mereka secepatnya. Ia juga mulai menunjukkan angka-angka di balik kegiatan usaha dan melibatkan Laura sebagai pengamat dalam pengambilan keputusan manajemen.
“Makin banyak kewenangan dan tanggung jawab yang saya berikan kepada Laura, makin dia merasa dihargai dan diberdayakan,” kata Coutts. “Jika ada orang yang bimbang akan berkomitmen jangka panjang di bisnis ini dan Anda merasa dia mampu, beri tahu dia. Mungkin, karena tahu apa imbalannya di ujung jalan nanti, komitmen yang tadinya gamang justru jadi genap. Jangan berasumsi bahwa dia tahu.”
Beda tapi saling melengkapi
Kelly bergabung empat tahun lalu saat Laura cuti melahirkan. Dia mengikuti arah lintasan serupa. Dibanding Laura yang lebih pemikir, Kelly lebih antusias dan tak gentar menghadapi nasabah yang sedang komplain sekalipun. Setelah tiga tahun, Coutts mengajak Kelly bicara tentang potensi masa depannya. Sekarang tidak hanya dua, tetapi ada tiga penasihat untuk menangani nasabah sesuai karakternya. Lambat laun, nasabah tak lagi bersikeras harus didampingi Coutts.
“Setiap nasabah adalah nasabah bersama saya dan Laura atau saya dan Kelly. Di atas kertas pun separuh nasabah saya sudah dibagi ke mereka berdua,” kata Coutts. “Saya jadi bisa mundur jauh dari operasional harian untuk fokus pada hal-hal besar dan menjadi dirigen, bukan pemain orkestra.
“Sama dengan rencana yang kita susun bersama nasabah. Sebagai penasihat, kita bertanggung jawab pada diri sendiri dan nasabah untuk membayangkan seperti apa bisnis kita lima, 10, 20 tahun ke depan, dan tidak hanya apa yang harus diperbuat tetapi juga siapa yang mesti ada di tim kita untuk mencapai tujuan itu.”
Bagi Coutts, ia ingin bisa menyepi empat pekan di pondoknya selama musim panas untuk pertama kalinya. Brown juga ingin melancong — khususnya untuk membantu anak jalanan di negara seperti Kamboja, Vietnam, dan Laos, yang sangat membutuhkan pendamping.
Namun untuk sekarang, Brown sedang menggembleng para calon penerusnya (yang masing-masing menangani 200 nasabah) untuk menjadi pemimpin, duduk di rapat manajemen, dan memikul tanggung jawab lebih untuk memikirkan aspek bisnis seperti struktur biaya, pengalaman nasabah, dan SDM. Sembari mengevaluasi kemampuan mereka mengelola nasabah — termasuk memahami pentingnya merespons surel tepat waktu — ia juga menugasi kedua penasihat juniornya untuk merancang rencana pemasaran 12 bulan, meliputi riset, analisis biaya, dan lainnya.
“Ini langkah pertama menuju tanggung jawab sebagai pemilik bisnis sebelum mereka diberi tanggung jawab lebih untuk skala seluruh organisasi,” kata Brown, yang belum membahas pembagian kepemilikan dengan karyawannya. “Harapannya, lewat latihan ini, kita bisa melihat ada tidaknya skill yang perlu diasah dan menyusun pendekatan yang lebih tepat.”
KONTAK
Carla Brown carla.brown@sjpp.co.uk
Mark Coutts mark.coutts@sunlife.com