Kepercayaan adalah landasan dari semua relasi baik dengan nasabah. Namun, dalam terpaan ketakpastian – entah itu ketidakstabilan ekonomi, volatilitas pasar, atau krisis global – membangun dan merawat kepercayaan tersebut jadi kian penting dan genting. Nasabah tidak hanya mencari saran dari kita, tetapi juga ketenteraman hati, konsistensi, dan rasa aman. Sebagai praktisi keuangan profesional, adalah tanggung jawab kita untuk menghadirkan rasa yakin dalam diri nasabah atas keputusan-keputusannya, terlepas dari ketakpastian yang mengepungnya. Surabhi Chaudhary, anggota 10 tahun MDRT dari Pune, India, beragih cara untuk membangun kepercayaan nasabah di masa-masa tak pasti.
Kejujuran dan transparansi: Batu penjuru rasa percaya
Saat ketakpastian mengintai, nasabah sangat mendambakan kejujuran. Menghalus-haluskan kebenaran atau sengaja tidak membahasnya hanya hadirkan kelegaan semu yang nantinya akan mencederai kepercayaan nasabah. Chaudhary berkata, “Saya senantiasa mengabarkan kebenaran, sekalipun tidak mengenakkan. Entah itu pasar yang sedang lesu, perubahan kebijakan finansial, atau risiko di portofolio nasabah, saya pastikan mereka mendapatkan gambaran lengkapnya.”
Transparansi juga berarti menetapkan ekspektasi yang jelas. Alih-alih menjanjikan hasil yang pasti, ia mengedukasi nasabah tentang potensi risiko dan keuntungan yang berkaitan dengan keputusan mereka. Hal ini membantu nasabah mengambil keputusan setelah menerima semua informasinya, dan tidak merasa dijerumuskan. “Bila nasabah melihat saya terus terang soal tantangannya, mereka merasa lebih aman dan lebih mau memercayai saran saya, di masa-masa tak pasti sekalipun,” imbuh Chaudhary.
Komunikasi konsisten: Siap menghubungi dan dihubungi
Chaudhary merasa salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan penasihat keuangan di masa-masa tak pasti adalah diam. “Jangan sampai nasabah merasa ditinggal kebingungan, terlebih saat bimbingan kita sangat dibutuhkannya. Komunikasi yang teratur — baik melalui surel, telepon, atau bertemu langsung — akan memastikan nasabah tetap tahu dan tenang,” kata Chaudhary.
Di masa-masa volatil, ia dengan sengaja lebih sering menghubungi nasabahnya. “Meski tidak ada kejadian besar, berkirim pesan untuk menginfokan situasinya dan menawarkan diri untuk mendengarkan kekhawatiran nasabah adalah langkah yang sangat efektif. Saya juga
menggunakan interaksi ini untuk mengedukasi nasabah soal tren-tren terkini di pasar, kemungkinan penyesuaian untuk portofolionya, dan langkah-langkah untuk tetap aman secara finansial. Selain itu, saya mendorong nasabah untuk menghubungi saya kapan pun mereka merasa ragu. Sikap terbuka untuk dihubungi ini tak hanya menguatkan relasi profesional kita, tapi juga membantu nasabah merasa lebih pegang kendali atas masa depan keuangannya,” tambahnya.
Empati dan personalisasi: Memahami kekhawatiran nasabah
Kepercayaan tidak hanya dibangun lewat pengetahuan dan keahlian, tetapi juga tergantung sebaik apa kita memahami emosi dan kekhawatiran nasabah, ujar Chaudhary. “Di masa-masa tak pasti, tekanan finansial kerap disertai rasa cemas, takut, dan ragu. Saya selalu berupaya mendengarkan nasabah, memahami keresahannya, dan menanganinya dengan empati. Personalisasi jadi kuncinya. Situasi finansial tiap nasabah itu berbeda-beda, begitu pula kekhawatirannya. Bila nasabah yang satu khawatir karena investasinya terjun bebas, nasabah yang lain mungkin lebih resah soal keamanan pekerjaan dan arus kasnya. Alih-alih menawarkan saran yang generik, saya sesuaikan rekomendasi saya dengan kebutuhan dan keadaan spesifik tiap nasabah,” katanya.
Salah satu contohnya adalah saat Chaudhary dihubungi seorang pengusaha muda yang kesulitan mengelola arus kas sembari merencanakan investasi jangka panjangnya. Dia bingung cara menyeimbangkan reinvestasi di usahanya dengan pengamanan masa depan finansialnya. “Untuk menangani isu ini, saya terlebih dahulu melakukan asesmen finansial mendetail untuk menemukenali segi-segi efisiensi pengeluaran tanpa menghambat perkembangan usahanya. Lalu, saya sodorkan strategi investasi khusus yang perlahan-lahan dapat mengakumulasi kekayaan tanpa langsung menimbulkan beban finansial. Dengan mengurai konsep-konsep finansial rumit menjadi langkah-langkah sederhana dan praktis, sekaligus terus mendampinginya, saya membantunya untuk yakin dalam mengambil keputusan-keputusan finansial. Seiring waktu, dia berhasil membangun 'bumper' finansial sembari mengembangkan bisnisnya — bukti dari kekuatan saran keuangan didesain khusus sesuai kebutuhan,” katanya.
Mengedukasi nasabah: Memberdayakan mereka untuk mengambil keputusan berdasar
Banyak nasabah merasa tak berdaya di tengah kemelut ketakpastian karena tidak sepenuhnya memahami cara kerja pasar finansial. Bagi Chaudhary, sudah menjadi tugasnya sebagai penasihat keuangan untuk menjembatani gap pengetahuan ini. Dengan mengedukasi nasabah tentang prinsip-prinsip keuangan, aneka strategi investasi, dan manajemen risiko, ia membantu nasabah merasa lebih pegang kendali atas keputusan-keputusan mereka. Katanya, “Saya pakai contoh-contoh sederhana yang mengena untuk menjelaskan konsep-konsep finansial yang rumit. Contohnya, jika nasabah risau soal fluktuasi pasar, saya membandingkannya dengan pola-pola cuaca — seperti badai, penurunan pasar juga akan berlalu. Analogi ini membantu nasabah memahami wacana investasi jangka panjang tanpa merasa bingung dengan jargon teknisnya.”
Menunjukkan keandalan: Tindakan lebih berarti dari kata-kata
Rasa percaya tidak dibangun dalam sekejap, tetapi merupakan hasil dari rangkaian perbuatan yang konsisten seiring waktu. “Nasabah percaya pada praktisi yang andal, responsif, dan tersedia bilamana dibutuhkan. Kalau sudah berjanji – baik itu memberi kabar baru, memproses dokumen, atau menjawab pertanyaan nasabah dengan cepat –– pasti saya tepati. Selain itu, relasi dengan semua nasabah saya pandang dengan perspektif jangka panjang. Tujuan saya bukan sekadar menawarkan saran keuangan sekarang, melainkan menjadi mitra andal perjalanan keuangan mereka hingga jauh ke depannya. Pola pikir ini membuat nasabah yakin bahwa saya peduli pada keberhasilannya, tidak sekadar sebagai penasihat keuangan tetapi juga sebagai orang yang tulus peduli pada kesejahteraannya,” kata Chaudhary.
Beradaptasi dengan perubahan: Proaktif, bukan reaktif
Ketakpastian kerap melahirkan perubahan, dan kemampuan beradaptasi jadi penting di sini. Baik itu regulasi baru dari pemerintah, tren pasar yang bergeser, atau perubahan kebutuhan nasabah, sikap antisipatif dapat membantu membangun rasa percaya. Nasabah merasa lebih aman karena tahu bahwa penasihatnya proaktif, bukan reaktif.
Misalnya, kata Chaudhary, “Saat pandemi mengguncang pasar keuangan, saya sigap beradaptasi dengan membuka sesi konsultasi virtual, memperbarui strategi keuangan, dan membantu merealokasi dana nasabah ke instrumen investasi yang lebih aman. Langkah proaktif ini memastikan nasabah tidak merasa ditinggalkan di masa krisis, tetapi merasa selalu didampingi dalam prosesnya.”
Di masa-masa tak pasti, kepercayaan dibangun lewat kejujuran, konsistensi, dan sikap tulus peduli. “Bila nasabah merasa aman dalam bimbingan Anda, dia akan setia — tidak hanya sebagai nasabah, tetapi juga mitra jangka panjang dalam perjalanan finansialnya,” katanya.
Kontak: MDRTeditorial@teamlewis.com