Pengalaman menghadapi penolakan dan bagaimana menanganinya?

Saya masih ingat salah satu momen terberat dalam karier saya. Saya menghabiskan berminggu-minggu menyiapkan proposal yang sangat detail, sesuai dengan kebutuhan calon nasabah. Namun, di hari pertemuan, dia memilih penasihat keuangan lain. Alasan utamanya adalah premi yang ditawarkan lebih kompetitif dan solusi yang diberikan lebih sesuai dengan prioritas mereka. Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa selain menyiapkan proposal yang lengkap, penting juga memahami perspektif dan kebutuhan calon nasabah sejak awal, agar solusi yang diberikan benar-benar tepat dan relevan.

Langkah bangkit setelah penolakan dan mengubah strategi komunikasi dengan nasabah

Langkah pertama saya untuk bangkit kembali adalah refleksi dan evaluasi secara objektif. Saya meminta masukan dari mentor, rekan kerja, bahkan calon nasabah yang menolak jika memungkinkan. Dari situ, saya dapat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, seperti pengetahuan tentang asuransi, pemahaman mengenai profesi penasihat keuangan, serta keterampilan komunikasi.

Untuk memperbaikinya, saya terus belajar melalui pelatihan, seminar, dan workshop, sekaligus memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saya. Saya juga mulai membuat success journal, mencatat pencapaian kecil setiap hari agar tetap termotivasi dan menyadari kemajuan yang telah dicapai.

Selain itu, saya juga mengubah pendekatan komunikasi dari fokus pada produk menjadi fokus pada nasabah. Dulu saya terlalu fokus menjelaskan fitur produk, sekarang saya lebih banyak bertanya, mendengar, dan memahami masalah yang ingin mereka pecahkan. Misalnya, daripada langsung mempresentasikan polis, saya memulai dengan diskusi santai tentang tujuan finansial mereka, kemudian menawarkan solusi yang sesuai.

Membangun kembali kepercayaan nasabah melalui konten edukatif di media sosial

Perubahan terbesar dalam membangun kembali kepercayaan adalah menerapkan value follow-up. Bukan sekadar menanyakan kabar, tetapi memberikan sesuatu yang bernilai, seperti artikel, tips keuangan, atau update tren-tren yang saat ini relevan. Dengan cara ini, calon nasabah melihat bahwa saya hadir untuk membantu, bukan sekadar menjual.

Media sosial juga berperan penting. Saya aktif membagikan konten edukasi keuangan di Instagram dan LinkedIn, terutama materi mengenai asuransi, perencanaan keuangan, dan tips perlindungan aset. Konten yang saya unggah bersifat praktis dan relevan, misalnya cara memilih produk asuransi sesuai kebutuhan atau simulasi perhitungan premi dan manfaat. Yang terpenting, konten tersebut dipublikasikan secara rutin dan konsisten, serta saya merespons komentar dan pertanyaan dengan cepat.

Menariknya, ada calon nasabah yang sebelumnya menolak, setelah beberapa bulan mengikuti konten saya di media sosial, mereka akhirnya menghubungi kembali. Mereka mengatakan bahwa konten yang membantu mereka memahami produk, risiko, dan manfaat asuransi membuat mereka merasa lebih percaya dan nyaman untuk berdiskusi. Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa konten edukatif yang konsisten, relevan, dan interaktif paling efektif membangun kredibilitas dan kepercayaan, bahkan dengan calon nasabah yang awalnya menolak.

Ada satu momen yang membuat saya merasa strategi saya benar-benar berhasil, yaitu ketika nasabah berkata bahwa ia menghargai konsistensi saya dalam menjaga hubungan tanpa pernah memaksa. Ucapan sederhana itu menjadi tanda bahwa pendekatan saya mulai membuahkan hasil, dan saya semakin yakin bahwa kesabaran dan komunikasi yang tulus memang bisa mengubah “Tidak” menjadi “Ya”.

Pelajaran terpenting dari pengalaman ini adalah bahwa penolakan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses membangun kepercayaan. Kunci utamanya adalah memastikan nasabah tetap merasa dihargai, meski mereka belum siap membeli.

Dengan mendengar lebih banyak, menjaga komunikasi dengan tulus, dan selalu memberikan nilai tambah. Strategi ini tidak hanya membantu saya bangkit dari penolakan, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.

Bangkit dari penolakan: Strategi menemukan resiliensi hingga mencapai referensi baru

Transkrip

Penulis

Priyani Widiastuti