Log in to access resources reserved for MDRT members.
  • Belajar
  • >
  • 10 karyawan dalam 2 tahun

Feb 19 2020

READ 00:04:04

10 karyawan dalam 2 tahun

Birkel menjelaskan caranya mengurangi tingkat perputaran staf, rasa frustrasi, dan stres.

SAAT SEMUA berjalan lancar untuk waktu yang lama, kita sering lupa pada proses yang dijalani untuk sampai di titik sestabil itu.

Stuart J. Birkel, CSA, LACP, menghabiskan lebih dari satu dekade bekerja dengan satu asisten, yang sudah seperti bagian dari keluarga anggota MDRT 13 tahun dari Norfolk, Virginia, ini sendiri. Namun ketika konflik bertahun-tahun antara asisten lamanya ini dan asisten partner bisnisnya berujung pada kedua staf administratif ini sama-sama mengundurkan diri, Birkel tiba-tiba terpaksa harus mengambil alih tugas-tugas yang sudah lama sekali tidak lagi ia lakukan sendiri.

Setelah mencoba selama dua tahun dan dengan biaya yang tidak kecil, Birkel hampir tak percaya betapa berkali-kali ia salah melangkah dalam mencoba mencari pengganti karyawan yang keluar.

Beberapa karyawan hanya bertahan sebentar dan keluar dengan alasan-alasan seperti beralih profesi ke bidang konsultan lingkungan, kuliah di jurusan kedokteran hewan, dan menjadi staf pemasaran digital di diler mobil. Sebagian yang lain cuma bertahan beberapa bulan karena masalah kinerja, termasuk satu orang yang tampak menjanjikan tapi terbukti suka membantah dan terlalu berani, sampai bahkan pernah sekali berkata, “Stuart tak perlu dilibatkan soal ini” saat seorang nasabah sekadar memintanya untuk menyampaikan salam kepada Birkel.

“Rasanya capek sekali,” katanya. “Kami mencoba kembali fokus dan bersikap, ‘Positif saja, badai pasti berlalu.’”

Lalu, seperti apa Birkel, yang fokus utama praktiknya adalah asuransi jiwa, investasi, dan produk anuitas untuk kalangan pensiunan dan pengusaha ini, bangkit dari masa sulit dengan dua asisten ulet yang bisa mengawali kerja dengan baik di empat bulan pertamanya? Perubahan-perubahan berikut telah menyiapkan Birkel dan anggota stafnya untuk lebih sukses ke depannya:

Pemahaman baru atas tes kepribadian

Birkel sudah lama menggunakan optimizehire.com sebagai alat seleksi kandidat, dengan ketentuan skor total minimal yang harus dicapai untuk bisa maju ke proses lamaran kerja.

Tetapi dari pengalaman dengan asisten yang bahkan tidak mau menyampaikan salam dari nasabah itu, ia belajar untuk lebih memperhatikan hasil tes calon pelamar di tiap-tiap kategori tesnya. Contohnya, jika skor maksimalnya 70 tapi calon pelamar hanya mendapat skor 56 untuk kategori tes kestabilan emosional (seperti yang terjadi pada asisten yang satu tadi), itu pertanda buruk.

Lebih bersabar

Sebelumnya, karyawan direkrut dalam waktu dua bulan saja, dan alasannya lebih karena kebutuhan untuk menangani pekerjaan melayani nasabah sudah menumpuk daripada karena orang tersebut memang kandidat yang tepat. Birkel akhirnya menambah durasi periode wawancara hingga empat bulan demi menjamin kandidat yang direkrut adalah kandidat terbaik.

Komunikasi dan pelatihan yang lebih baik

Dalam pengertian dasarnya, hal ini berarti berkomunikasi dengan staf beberapa kali dalam seminggu untuk memeriksa keadaan. Hal ini juga berarti bahwa Birkel berupaya mengingat seberapa banyak hal yang tidak diketahui oleh staf baru, yang pengalamannya lebih sedikit dari karyawan sebelumnya.

Termasuk di dalamnya, memuji kinerja yang baik memaklumi kesalahan dalam proses belajar, dan memastikan ia lebih konsisten dalam mengajak staf untuk ikut sesi belajar di ruang kantornya (misalnya, tentang kapan sebuah polis akan membayar preminya sendiri melalui dividen).

“Memang saya harus meluangkan waktu untuk itu, tapi efeknya seperti ketapel,” kata Birkel. “Saat karet ketapel ditarik panjang, memang terasa lama dan berat, tapi ketika peluru ditembakkan, dia akan melesat lebih jauh daripada kalau karetnya ditarik sedikit saja.”

Latih silang

Salah satu penyebab konflik yang memicu terjadinya masalah dahulu, seperti diakui Birkel, adalah karena asisten yang satu bekerja untuknya sementara yang lain bekerja untuk partner bisnisnya, dengan interaksi yang sedikit dan ego teritorial yang kuat.

Kini, kedua asisten yang bekerja di kantornya dilatih untuk mampu menangani semua urusan terkait asuransi dan investasi di kantor untuk mencegah timbulnya perasaan negatif, persaingan tidak sehat, atau ego sektoral.

Menyesuaikan kebijakan

Sebelumnya, asisten lama Birkel meminta kenaikan jumlah hari libur dan bukan kenaikan gaji. Saat itu, Birkel senang-senang saja karena kenaikan liburnya tidak dilakukan tiap minggu.

Tapi saat jumlah libur yang terkumpul sudah setara tiga bulan, perubahan tersebut sudah tidak lagi masuk akal. Ke depannya, Birkel akan lebih menekankan pada keseimbangan antara kenaikan gaji dan penyesuaian cuti yang lebih sedikit.

Lebih berkomitmen pada satu program insentif

Hal yang disebutkan tadi juga berarti komitmen kuat pada program Birkel, yang meminta stafnya untuk menentukan tiga tempat makan favorit, tiga tempat belanja favorit, dan tiga hal yang gemar mereka lakukan.

Saat Birkel ingin menunjukkan apresiasinya atas kinerja seorang stafnya, ketika ia menghadiri pertemuan MDRT, ia bisa membeli kartu hadiah (gift card) yang cocok dengan kesukaan stafnya itu. “Kita dapat meluangkan waktu untuk kegiatan luar kantor karena kerja keras staf kita,” katanya. “Mereka ibarat penjaga gawang yang berjasa, karena itu saya mesti punya cara untuk menunjukkan rasa terima kasih saya.”

Menyayangi diri sendiri

Awalnya, Birkel cuti dua minggu sekali di setiap hari Jumat, tapi kebiasaan ini pudar karena masalah keluar-masuk staf berulang kali terjadi. Selama lima bulan terakhir ini, ia telah berhasil kembali ke kebiasaan itu dan merasa dirinya jauh lebih baik dan hidupnya lebih seimbang.

“Minta ampun!” serunya, sembari melihat dokumentasi staf yang datang dan pergi dan mengenang masa-masa sulit dalam hidupnya ini. “Tidak heran kalau saya dulu jadi orang yang selalu cemas dan stres.”

Kontak: Stuart Birkel sbirkel@ft.newyorklife.com