Guan Zi Qing tadinya tak berniat menjadikan asuransi profesi utamanya. Ia sudah jadi seorang pendidik dan berencana meniti kariernya di bidang itu. Namun, ibunya, Pinkui Kong, adalah penasihat kawakan dan mengajak putrinya ini ikut sesi pelatihan perusahaan, yang akhirnya membuat Guan ikut program prakerja di sana.
“Niatnya hanya cobacoba. Saya tetap jadi pendidik, dan asuransi jadi kerja sampingan,” kata Guan.
Tapi komitmennya terhadap jasa keuangan mulai tumbuh saat ia menyaksikan dedikasi dan renjana (passion) ibunya pada profesi ini. Titik baliknya terjadi dua tahun kemudian. Ia menyadari dampak berarti penasihat asuransi terhadap hidup nasabah setelah menangani klaim mantan teman sekelasnya.
“Awalnya, saya sering ditolak oleh kawankawan yang skeptis terhadap asuransi,” kata anggota lima tahun MDRT ini. “Namun, seorang guru SD, teman sekelas saya dulu, membeli polis penyakit kritis. Lalu, dia didiagnosis mengidap kanker tiroid, hanya setahun setelah diagnosis kanker payudara adik perempuannya. Sungguh masa yang sangat sulit baginya. Saya ajukan laporan patologi dan dokumen terkait, dan perusahaan asuransi memproses cepat klaimnya, bahkan melepaskannya dari kewajiban sisa masa pembayaran premi. Dia sangat berterima kasih.”
Urusan keluarga
Sekarang, ia bekerja bersama ibunya, fokus pada individu highnetworth (HNW) dan menangani lebih dari 400 nasabah.
“Kami tak hanya melayani orang per orang, tapi seluruh keluarganya,” katanya. “Meski generasi pertama punya hubungan kuat dengan ibu saya, anak anak mereka— generasi pasca90an dan 2000an— punya perspektif berbeda dan tidak sertamerta mengikuti keputusan orang tua mereka. Demi keberlanjutan perencanaan asuransi keluarga, kami perlu terlibat aktif dengan generasi kedua dan ketiga ini. Jadi, saya dan ibu saya saling melengkapi, masing masing berinteraksi dengan kelompok usia berbeda.”
Tim ibu dan anak itu mendayagunakan rasa percaya dari nasabah generasi pertama untuk menyusun portofolio yang menyertakan polis untuk anakanak mereka. Selama fase pembelian polis dan layanan purnajual, nasabah memperkenalkan Guan kepada anakanak mereka, yang berusia 18–30 tahun.
Meski generasi pertama punya hubungan kuat dengan ibu saya, anak-anak mereka punya perspektif berbeda dan tidak serta-merta mengikuti keputusan orang tua mereka.
“Karena generasi kedua ini sebaya dengan saya, kami punya minat yang sama dalam banyak topik, jadi komunikasi relatif lebih mudah,” ujarnya. “Mereka menghargai kualitas hidup, selalu mengikuti tren, dan senang dengan pengalaman baru yang menarik. Mereka mungkin enggan mendengarkan ceramah tentang pajak, tapi terbuka dengan pendekatan yang segar dan menghibur.”
Misalnya, Guan mengundang nasabahnya untuk bermain Ultimate Frisbee — olahraga tim seperti sepak bola dengan aktivitas melempar, menangkap, dan membawa cakram terbang ke depan untuk mencetak gol. Lalu, ia menggelar sesi tenis pada siang hari berikutnya.
“Saya mengingat preferensi mereka dan mengatur sesi terpisah untuk ngobrol santai,” ujar Guan. “Itulah cara saya membina relasi dengan generasi kedua. Untuk metode persuasi, situasi tiap keluarga berbeda dan butuh pendekatan berbeda pula. Untuk generasi kedua yang baru jadi orang tua, kami membahas rencana proteksi risiko untuk keluarga dari perspektif orang tua.”
Saat muncul tantangan interaksi, Guan melibatkan temannya untuk menjembatani relasinya. Contohnya, putra salah seorang nasabahnya enggan mengurus bisnis keluarga karena ingin membuka usaha kopinya sendiri. Guan mengenalkannya ke seorang teman yang ingin belajar teknik seduh kopi dan meminta temannya untuk dengan halus beragih nasihat pada pemuda itu. Keduanya lantas menjalin relasi mentormentee yang erat, yang berlanjut bahkan saat putra nasabahnya itu kembali ke bisnis keluarganya.
Karena generasi kedua ini sebaya dengan saya, kami punya minat yang sama dalam banyak topik. Mereka mungkin enggan mendengarkan ceramah tentang pajak, tapi terbuka dengan pendekatan yang segar dan menghibur.
Meski menangani nasabah sesuai generasi sendiri, Guan dan ibunya samasama punya tradisi mengirimkan hadiah kejutan khas pada hari ulang tahun nasabah dan Hari Raya Tiong Ciu. Mengapa hari raya yang itu dan bukan hari raya yang lain? Alasannya strategis.
“Kami banyak menangani dana trust keluarga, dan nasabah kami sangat menghargai ikatan keluarga. Hari Raya Tiong Ciu adalah waktu untuk reuni keluarga,” kata Guan.
Bakat kreatif
Kunci strategi pemberian hadiah mereka adalah kreativitas.
“Selama hari raya, orang menerima banyak hadiah, jadi sulit untuk membuat hadiah Anda menonjol,” kata Guan. “Kami mencatat detail preferensi nasabah — apakah mereka suka tanaman hias atau produk pertanian — dan menyesuaikan hadiah yang kami berikan. Bahkan untuk yang sederhana seperti buket buah, kemasannya tak boleh biasa. Saya mencari cara penyajian yang khas dan memberinya sentuhan kreatif. Supaya terasa segar dan berkesan dan membuat nasabah senang.”
Meski relatif baru di profesi ini, Guan mengerti bahwa bina relasi dengan nasabah HNW menuntut dedikasi yang lestari.
“Hubungan yang terjalin hari ini adalah hasil dari bina relasi jangka panjang, sebagian bahkan sudah dimulai oleh ibu saya sebelum saya bergabung ke industri ini,” kata Guan.
Ke depannya, ia ingin menjadi mitra jangka panjang dan konsultan utama keluarga. “Komitmen saya adalah memenuhi semua kebutuhan nasabah semampu saya,” ujarnya.